Oleh : Murgi
Handari
ABSTRACT
Background: Asthma is respiratory
disease, it is not very complex but also multifarious which is usually related
to the characteristic of the gene and the environment. Asthma is the main factor
in increasing the absence and decreasing productivity so it influences the
growth of the sufferes as welfare the social level of the family. Asthma
sufferers or asthmatic persons will have respiratory problems and malfunctional
abilities, the daily activities, productive activity and recreation.
Respiratory problems usually can be cured, but the posture of asthmatic persons
will change and then is spasm of the respiratory muscle, will cause the wrong
system of respiration. This situation will tend to panic the sufferer whenever
the asthma attacks. This can be solued by having medical rehabilitation,teraphi
exercise which is usually called asthma gymnastic (pre and post) and the
frequency of relaps from asthma. Methods: This research uses observational
methode and the cross sectional approach. The population are Semarang Hospital
patients in the year 2003 and there are 80 persons or sample. This sample was
taken using accidental random sumpling, who joined the gymnastic and those who
clid not also. The dates werw taken by interviewing the respondens. Result:The
chi-square test showed that there is a closed relationship between the asthma gymnastic
(pre and post) and the frequency of asthma relaps (p=0,001), with contingency coefficient
is 0,648. for the analiyst treatment to convince this t-test in significant
level is 5%, the result of the showed that there a closed relationship between
the asthma gymnastic and the frequency of asthma relaps(p=0,001). This means
that the relationship between the regularity of gymnastic and the frequency of
asthma relaps, the chi-square tset showed that there is a closed relationship
between the asthma gymnastic and the frequency of asthma elaps(p=0,037), with
contingency coefficient is low(0,376). Keywords : asthmatic exercise, frequency
of attack
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serangan asma masih
merupakan penyebab utama tidak masuk sekolah pada anak, sehingga berakibat
menurunnya prestasi belajar. Masa yang seharusnya masa bersuka ria dan
bermain,namun sering tidak dapat dinikmati dengan baik,bahkan sebagian dari
mereka harus tinggal di rumah sakit. Asma pada orang dewasa membawa masalah
tersendiri, yaitu pada ibu rumah tangga menyebabkan tidak dapat melakukan
tugas/perannya dengan baik, sedang pada pekerja dapat meningkatkan angka
absensi sehingga berakibat menurunnya produktivitas. Hal tersebut berdampak
pada gangguan pertumbuhan fisik atau gangguan tumbuh kembang terutama pada anak
dan dapat menurunkan tingkat social ekonomi pada rumah tangga. Penyempitan
saluran nafas umumnya dapat diobati, akan tetapi postur tubuh yang
berubah,otot-otot pernafasan yang menegang,pola bernafas yang salah serta
kecenderungan untuk panik saat serangan datang hanya dapat diatasi dengan
rehabilitasi medik berupa terapi latihan (therapeutic exer). Untuk mendapatkan
manfaat optimal dari latihan pada penyandang asma,maka latihan fisikyang
diberikan harus mudah dilaksanakan tanpa menimbulkan efek samping. Terapi
latihan untuk penyandang asma tersebut dirangkai dalam satu paket senam yang
dikenal dengan senam asma. Selama ini masih terdapat keraguan dalam masyarakat
mengenai latihan fisik (kegiatan jasmani) bagi penyandang asma sebab latihan
fisik atau kegitan jasmani kadang justru dapat mencetuskan serangan asma yang dikenal
dengan istilah Exercise Induced Asthma(EIA). Meskipun latihan fisik/kegiatan
jasmani dapat menimbulkan serangan asma, hal ini tidak boleh menjadi penghalang
bagi penderita asma untuk tetap melakukan latihan fisik/ kegiatan jasmani.
Untuk itu perlu masukan dan bahkan perubahan persepsi bagi masyarakat luas dan
bagi penyandang asma itu sendiri bahwa peranan latihan fisik/kegiatan jasmani
bagi penyandang asma juga penting artinya. Senam asma juga berguna untuk
mempertahankan dan atau memulihkan kesehatan. Senam asma yang dilakukan secara
teratur akan menaikkan volume oksigen maksimal, selain itu dapat memperkuat
otot-otot pernafasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot lainnya jadi
lebih baik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sebelum dan setelah mengikuti senam
asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang
dilakukan termasuk penelitian observasional yang bersifat analitik. Penelitian
ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana data dari
variabel-variabel yang diteliti diambil dalam waktu yang bersamaan.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini
adalah pasien asma rawat jalan di RSUD Kota Semarang pada tahun 2004 sebanyak
385 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan
untuk mengumpul data yaitu kuesioner. Sedangkan sumber data menggunakan dua
data yaitu : Data Primer, yang diperoleh melalui hasil wawancara langsung pada responden
dan dengan menggunakan kuesioner meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, frekuensi kambuh penyakit asma dan lain-lain; dan data sekunder,
yang diperoleh dari rekam medik RSUD Kota Semarang, serta studi dokumentasi di
beberapa laporan dan buku yang terkait dengan penelitian ini.
Teknik Analisa Data
Sebelum dilakukan
pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses pengolahan data : editing,
koding, entry data, dan tabulasi data.Teknik analisa data yang
dilaksanakan ada dua yaitu : Pertama. Deskriptif, yang dilakukan untuk
mendiskripsikan setiap variabel penelitian dengan cara membuat table distribusi
frekuensi. Kedua. Analitik, yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma digunakakan uji statistik chi
square (2 ). Sedangkan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara
senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma dipergunakan rumus
koefisien kontingensi (C ).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Faktor pencetus
penyakit asma pada responden kebanyakan disebabkan asap, baik asap rokok maupun
dari limbah(sampah). Sebelum responden mengikuti senam asma frekuensi kambuh
kebanyakan 3 – 4 kali/bulan, sedang pemakaian obat responden sebelum mengikuti
senam asma kebanyakan 3-4 kali per bulan. Setelah mengikuti senam asma kebanyakan
frekuensi kambuh responden terbanyak antara 1 – 2 kali/bulan dan pemakaian obat
antara 1 – 2 kali/bulan (tabel 1). Sebelum mengikuti senam asma kebanyakan
responden frekuensi kambuhnya lebih dari empat kali per bulan, sedang setelah
mengikuti senam asma kebanyakan responden mengalami kekambuhan satu sampai dua
kali per bulan Berdasarkan penghitungan statistic chi-square diperoleh p-value
sebesar 0,001 (p<0,05) berarti secara statistik ada hubungan bermakna sebelum
dan setelah mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma,
sedang uji keeratan hubungan(coefficient contingency) sebesar 0,648
artinya ada hubungan kuat antara senam asma dengan frekuensi kekambuhan
penyakit asma. Frekuensi kambuh pada responden yang mengikuti senam asma lebih jarang(1-2
kali/bulan) daripada yang tidak mengikuti senam asma(>4 kali/bulan).
Berdasarkan penghitungan statistik diperoleh p-value sebesar 0,0001
(p<0,05) berarti ada hubungan bermakna antara frekuensi kambuh responden
yang mengikuti senam asma dengan yang tidak mengikuti senam asma, sedang uji
keeratan hubungan (coefficient contingency) sebesar 0,528 artinya
keeratan hubungan pada tingkat sedang. Responden yang mengikuti senam asma
secara teratur frekuensi kambuhnya lebih jarang, daripada responden yang tidak
teratur mengikuti senam asma. Berdasarkan penghitungan statistic diperoleh
p-value sebesar 0,037(p<0,05) berarti ada hubungan antara keteraturan mengikuti
senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit asma, sedang uji keeratan hubungan(coefficient
contingency) sebesar 0,376 artinya ada hubungan pada tingkat rendah.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian
didapatkan ada hubungan bermakna antara keikutertaan senam asma dengan
frekuensi kekambuhan penyakit asma (p–value =0,001), dengan tingkat hubungan
sedang (C=0,528). Senam asma akan dapat meningkatkan kapasitas penyandang asma
dalam melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu: Pertama. Meningkatkan kemampuan
pernafasan, Kedua, Meningkatkan efisiensi kerja otot-otot pernafasan, menambah
aliran darah ke paru sehingga aliran darah yang teroksigenasi lebih banyak.
Ketiga. , menyebabkan pernafasan lebih lambat dan efisien, mengurangi laju
penurunan faal paru, dan memendekkkan waktu yang diperlukan untuk pemulihan.
Kemampuan tersebut dapat dibuktikan dengan: Menaikkan toleransi terhadap
latihan, Berkurangnya kekambuhan, Menurunnya depresi dan kecemasan, Perbaikan
faal paru, dan Menurunnya resiko kematian sebelum waktunya. Berdasarkan
penghitungan statistik didapatkan pula bahwa ada hubungan bermakna antara
sebelum dan setelah mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit
asma (p=0,001), dengan tingkat hubungan kuat (C=0,648). Terjadi penurunan frekuensi
kekambuhan penyakit asma setelah responden mengikuti senam asma. Selain dapat
menurunkan frekuensi kekambuhan, senam asma juga bermanfaat untuk: pertama, memperbaiki
pola pernafasan (terutama jika terasa akan dating serangan). Latihan pernafasan
pada penyandang asma yang utama adalah latihan nafas perut/diafragma, Kedua,
latihan ralaksasi bertujuan mencapai keadaan relaks baik sewaktu serangan asma
maupun di luar serangan. Bila penyandang asma telah terlatih melakukan teknik
pernafasan akan banyak membantu menghilangkan rasa tegang (pada otot) dan panik
(mental) karena penyandang asma telah mampu untuk tetap mengontrol nafasnya
meskipun saat sesak. Rasa percaya diri yang timbul akan membuat lebih relaks
dan selanjutnya akan berefek positif pula pada saluran nafas(bronkus) dimana ralaksasi
juga terjadi, ketiga, latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan keempat,
latihan membuang secret tenggorokan.Didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna
antara keteraturan mengikuti senam asma dengan frekuensi kekambuhan penyakit
asma (p=0,037), dengan tingkat hubungan rendah(C=0,376). Latihan (exercise) mempunyai
hubungan timbal balik dengan respirasi. Bila seseorang melakukan senam asma
yang teratur sehingga ia menjadi seseorang yang terlatih, maka akan terjadi peningkatan efisiensi system
pernafasan. Senam asma juga akan meningkatkan kerja otot termasuk otot
pernafasan. Senam asma yang teratur akan meningkatkan kesegaran jasmani, yaitu kesanggupan
tubuh melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang diberikan kepadanya
berupa kerja yang dilakukan sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan yang
berlebihan. Karena kapasitas difusi orang yang terlatih lebih besar dari orang
yang tidak terlatih. Perubahan system respirasi yang terjadi akibat latihan
adalah: pertama,. Bertambahnya ventilasi semenit sebagai akibat bertambahnya
volume tidal dan frekuensi nafas, kedua, terjadinya peningkatan efisiensi
ventilasi, yaitu jumlah udara yang ikut berventilasi pada tingkat konsumsi O2
yang sama akan lebih rendah pada orang yang terlatih. Otot rangka yang aktif
mendapat O2 lebih banyak dari otot pernafasan, dan ketiga, volume paru lebih
besar pada orang yang terlatih.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungan antara sebelum mengikuti
senam asma dengan setelah mengikuti senam asma. Dengan menurunnya frekuensi
kekambuhan dapat menurunkanangka absensi dan juga mengurangi biaya pengobatan,
sehingga mampu meningkatkan produktivitas yang akhirnya meningkat pula sosial
ekonomi rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Sidhartani MZ, 1991. Asma pada Anak. Dalam:
Simposium terapi asma
bronchial.
Surakarta: Perhimpuna Dokter Paru Indonesia, 1991: 13
Sundaru H, 1995. Asma, Apa dan Bagaimana
Pengobatannya?. Edisi III.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1995.
Ngiam TE, 1993 Kedaruratan Pada Anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1993.
Media Informasi Komunikasi RS. Telogorejo Semarang.,
2000. Senam Asma
Ditinjau dari Sudut Pandang Rehabilitasi Medik.
Majalah Pogress. Edisi
01 Semarang. Rumah Sakit Telogorejo.